Minggu, 30 Oktober 2016



Perbedaan tingkat pendidikan Muridin ( calon Wali Allah )
Menurut daftar pengajaran Sufi murid-murid itu dibagi atas tiga golongan, sebagaimana kitab-kitab Sufi pun dibagi atas tiga golongan bagi masing-masing mereka. Pembagian golongan itu adalah pertama mubtadi, orang-orang yang baru mempelajari ilmu Syari'at, yang belum suci sama sekali hatinya dari pada ma'siat, ria, ujub, takabur dan ma'siat lahir yang lain,
kedua mutawasith, orang-orang yang dianggap menengah, berada di tengah dalam mempelajari thariqat, tetapi hatinya belum suci semua daripada maksiat bathin, dan ketiga muntahi, orang-orang yang telah sangat lanjut, yang telah suci roh dan hatinya daripada ma'siat lahir dan bathin, dan telah suci pula ingatannya daripada selain Allah, yang biasanya dinamakan orang-orang arifin, telah sampai kepada ma'rifat.
Singkatnya, Perbedaan tingkat pendidikan mereka adalah :
Bagi tingkatan mubtadi, biasanya pendidikannya berupa pengantar menuju hakikat. Bagi tingkatan mutawasith, biasanya pendidikan mereka adalah pendalaman hakikat dan pengantar bagi ilmu laduni
Bagi tingkatan muntahi, biasanya pada tingkatan ini, mereka tidak lagi membutuhkan kitab. Mereka yang menulis kitab, karena mereka sudah berkecimpung dalam ilmu laduni.
Untuk golongan mubtadi dianjurkan membaca karangan-karangan Ghazali, seperti kitab "Bidayatul Hidayah", kitab "Minhajul Abidin" kitab "Arba'in fi Usuliddin", kitab "Sirus Salikin", yang merupakan keringkasan dari kitab Ihya karangan Ghazali, kitab "Ihya Ulumuddin", semuanya adalah karangan Imam Ghazali. Banyak lagi kitab-kitab Ghazali yang dianjurkan, baik dalam bentuk keringkasan maupun dalam bentuk perluasannya, mukhta- sar atau syarh dan hasyiah, karena kitab-kitab Ghazali itu banyak mendapat pujian dari ulama-ulama Sufi. Kata Syeikh Husen Faqih : "Kitab-kitab Imam Ghazali itu adalah laksana obat menghilangkan racun-racun yang ada pada orang jahil dan orang mubtadi terselip dalam jiwanya, selain daripada itu juga bermanfa'at untuk menjaga serta mengawasi ulama-ulama yang mengaji ilmu zahir (ilmu fiqh atau syari'at), begitu juga dapat menuntun orang-orang yang menjalankan ilmu tharekat, tidak kurang berfaedah bagi orang-orang yang muntahi, yang arifin, yang muqarrabin, yang mencari jalan kepada Tuhan, walaupun kepada golongan terakhir ini sangat dianjurkan memakai kitab-kitab Syaziliyah, karena lebih banyak mengandung ilmu rahasia yang pelik-pelik mengenai hati, atau kitab-kitab Ibn Arabi, karena di dalamnya banyak terdapat perkara-perkara yang bersangkutan dengan zauq, wujdan manazilah, maqamat dan ihwal.
Untuk tingkat pertama itu dianjurkan juga memakai kitab "Qutul Qulub", karangan Abu Thalib Al-Makki, kitab "Risalah Al-Qusyairi", karangan Abul Qasim Al-Qusyairi, lebih baik yang telah dikomentari oleh Zakaria Al-Ansari, begitu juga kitab "Al-Ghaniyah", karangan Abdul Qadir Al-Jilani, kitab "Awariful Ma'arif", oleh Umar Suhrawardi, Adabul Muridin" oleh Muhammad bin Habib Suhrawardi, "Mafatihul Fallah" oleh Ibn Atha'illah, "Futuhatul Ilahiyah" oleh Zakaria Al-Ansari, dan banyak lagi kitab-kitab lain karangan Sya'rani, Mabtuli, Qasim Al-Halabi, Ibn Umar, Al-Marsafi, Al-Qusyasyi, Al-Kurani, Al-Idrus, An-Naqsyabandi, Al-Haddad, Al-Bakri, mengenai thariqat, As-Samman Al- Madani, Abdur Rauf bin Ali Al-Jawi Al-Fansuri, yang bermacam- macam namanya dan bermacam-macam pula isinya, ada yang mengenai kejiwaan, ada yang mengenai akhlak, ada yang mengenai thariqat, ada yang mengenai khalawat, pelajaran dan mauizah dan sebagainya.
Di antara kitab-kitab yang dianjurkan dipelajari oleh golongan Sufi tingkat kedua mutawassith kebanyakan mengenai ilmu thariqgat, mengenai suluk, mengenai zikir dan wirid, mengenai roh dan kehidupan wali-wali, mengenai zauq dan maqam ma'rifat, mengenai tahqiq dan lain-lain yang leb.h pelik dan lebih sukar dari kitab-kitab untuk tingkat pertama. Misalnya "Kitab Hikam", karangan Ibn Atha'illah As-Sakandari Asy-Syazili, yang dikomentari oleh Ibn Ibad, begitu juga komentar atas kitab itu yang diperbuat oleh Ahmad Al-Marzuku dan komentar karangan An-Nagsyabandi dan Ahmad Al-Qusyasyi serta banyak komentar-komentar lain yang tebal-tebal dan sulit-sulit, selanjutnya juga dipergunakan karangan Ibn Atha'illah itu, yang bernama "At-Tanwir fi Isgatid Tadbir" dan karangannya, yang bernama "Latha'iful Minan", dengan segala syarah dan hasyiyahnya. Begitu juga dianjurkan mempergunakan kitab-kitab Hikam karangan Abi Madiyah, yang dikomentari oleh Ibn Allan, karangan Ibn Ruslan dengan komentar dari Syeikh Islam Zakaria Al-Ansari, yang bernama "Fathurrahman" dan dengan komentar Ahmad Ibn Allan, begitu juga dengan komentar An-Nablusi, selanjutnya kitab "Futuhul Ghaib", karangan Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, kitab "Al-Kibrit" karangan Qutub Al-Idrus, kitab "AI-Masabir", karangan Suhrawardi, begitu juga kitab "Al-Jawahir wal Bawasit", karangan Syeikh Abdul Wahhab Asy-Sya'rani, "Risalah Qawaninul Ahkam wal Asyrat ilas Sufiyah", karangan Abul Mawahib Asy-Syazili, komentar "Qasidah", karangan Ibn Allah, kitab "Mi'rajul Arwah", karangan As-Saqqaf, kitab "Jawahirul Khams", karangan Al-Ghaus, dengan syarah-syarahnya, kitab "Fusulut Tahiyah", karangan Bafadhil, kitab "MiftahulMu'iyah fit Tharikah Nigsyabandiyah", karangan Abdul Ghani An-Nablusi dengan beberapa komentar dan silsilah, ki- tab "Dhiya'us Syamsi alal Fathil Qudsi", karangan Mustafa AI- Bakri, kitab "Asrarrul Ibadat", karangan Syeikh Muhammad Samman, dan kitab-kitab yang lain karangan ulama Sufi ini dengan bermacam-macam syarahnya.
Golongan yang ketiga, yang dinamakan golongan muntahi, golongan yang dianggap tingkat pengajarannya sudah sampai kepada ilmu hakikat, yang acap kali digelarkan dengan nama arifin, dianjurkan membaca kitab-kitab yang berisi ilmu laduni, ilmu ma'rifat terhadap Tuhan, ilmu yang sudah mencapai tingkat ainul ya- kin dan hakkul yakin, seperti kitab-kitab karangan Syeikh Muhyidin Ibn Arabi, seperti kitab "Fusulul Hikam", dengan syarah An-Nablusi, dan dengan syarah Syeikh Ali Al-Muhayimi, selanjutnya kitab Ibn Arabi, yang bernama "Mawaqi'un Nujum" dan Fatuhatul Makkiyah" dengan komentar yang aneka warnanya. Begitu juga dianjurkan membaca kitab-kitab "Insanul Kamil", karangan Syeikh Abdul Karim Al-Jairi, kitab "Sirrul Masun", karangan Imam Ghazali, begitu juga kitabnya yang bernama "Misykatul Anwar" dan "AI-Maqsadul Aqsha", dan kitab-kitab yang lain karangan Imam Ghazali mengenai masalah-masalah ilmu hakikat, sabar dan syukur, mahabban, mengenai tauhid, mengenai tawakkul dan lain-lainnya, yang meskipun sudah dibicarakan dalam kitab Ihya, tetapi diperluas dan diperdalam pembicaraannya dalam karangan-karangan yang tersendiri.
Di antara kitab-kitab yang dianjurkan juga untuk golongan ini ialah kitab "Tuhfatul Mursalan", yang membicarakan martabat tujuh, karangan Fadhullah Al-Hindi, dengan Syarah-syarahnya oleh Al-Kurdi, Al-Madani, yang membuat komentar bernama "Tahyatul Mas'alah", begitu juga kitab yang bernama "Idhahul Maqsud", mengenai ma'na wihdatul wujud, dan banyak lagi kitab kitab yang lain mengenai masalah cahaya suci karangan Sya'rani, mengenai kasyful hijab dan asrar, pembukaan hijab dan rahasia, mengenai masalah jin, mengenai cermin hakikat oleh Al-Qusyasyi, mengenai ruhul qudus oleh bermacam-macam wali, begitu juga kitab yang sangat dianjurkan, bernama "Jawahirul Haqa'iq, karangan Syeikh Syamsuddin bin Abdullah As-Samathrani, "Sumatra Aceh", mengenai masalah wihdatul wujud, di antara kitab yang bernama "Idhahul Bayan fi tahqiqi masa'ilil A'yan", karangan Abdur Rauf Al-Fansuri (dari Singkil Aceh, Sumatra), dan kitab-kitab lain yang sekian banyaknya mengenai ilmu hakikat, thariqat dan ma'rifat, yang tidak kita sebutkan di sini karena sangat memanjang pembicaraan.
Ditegaskan, bahwa mempelajari segala ilmu hakikat itu yaitu ilmu yang bersangkut-paut dengan zat, sifat dan af'al Tuhan dalam segala alamnya, dalam alam roh, dalam alam misal, dan dalam alam ajsam dengan masalah yang pelik-pelik dan sukar itu, ialah sesudah murid-murid itu mempunyai pengetahuan tentang Syari', yang zahir, seperti ilmu tauhid dan usuluddin, ilmu fiqh dan lain-lain, dan mempunyai ilmu syari'at seperti ilmu tasawuf dan akhlak. Orang Sufi menghukumkan haram mempelajari ilmu hakikat ini, sebelum seseorang mengetahui ilmu syari'at zahir dan bathin itu. Maka oleh karena itu banyak guru melarang murid-muridnya membaca kitab-kitab mengenai hakikat, sebelum datan pada waktunya.
Tetapi sesudah dianggap datang masanya, maka sangat dianjurkan membaca kitab-kitab itu, seperti yang pernah dikemukakan oleh Al-Jili, bahwa banyak sekali pada masanya orang-orang Arab, Persi, Hindi, dan Turki membaca kitab-kitab mengenai ilmu hakikat itu, dan jika pembacaannya itu akan membawa kepada amalnya, dan menggiatkan ia berbuat ibadat serta melawan hawa nafsunya, maka sampailah ia kepada tujuannya menjadi orang-orang tingkat arifin dan mursyid yang kamil. Apakah kitab-kitab itu harus dipelajari memakai guru? Pertanyaan ini dijawab oleh Syeikl Mustafa Al-Bakri dalam kitabnya "AI-Ka'sur Raqiq", bahwa ha yang demikian itu tidak perlu, mereka tidak perlu memakai guru, karena dalam tingkat muntahi ini orang-orang itu dianggap sudah layak membaca sendiri, karena mereka sudah merupakan orang salih, orang yang sudah mencapai martabat yang tinggi sebagaimana pernah diterangkan oleh Ibn Arabi dalam kitabnya "Mawaqi'in Nujum".
Orang Sufi menganggap suatu fadhilat, suatu amal yang tinggi nilainya mempelajari ilmu-ilmu Sufi itu, karena ketinggian nilai ilmu-ilmu itu kitab-kitabnya.

Jumat, 05 September 2014

Sifat Tercela



1.             BAHAYA DENGKI DAN SERAKAH
 Alkisah setelah Nabi Nuh a.s. selesai membuat perahu, oleh beliau diperintahkan kepada seluruh umatnya yang beriman dan seluruh binatang masuk kedalam perahunya.
Setelah semua makhluk masuk kedalam perahu, tiba-tiba masuklah seorang yang aneh tanpa permisi kepada Nabi Nuh.
“Hai orang tidak dikenal kemari!” seru Nabi nuh a.s. orang itu dengan agak takut mendekati Nabi Nuh a.s.
“Siapa kamu? Mengapa masuk perahuku tanhpa izin?”
“Aku adalah Iblis, aku masuk perahu ini tanpa izin karena aku ingin merusak dan mengacau manusia yang berada dalam perahu ini.”
“Mengapa kamu merusak dan mengacau mereka?”
“Supaya hati mereka berada di pihakku dan badan mereka berada padamu.


“Hai musuh Allah enyah kamu dari sini!” kata Nabi Nuh a.s. dengan marah.
“Hai Nuh! Aku kemari selain tujuan yang pokok, aku ingin menceritakan kepadamu mengenai rahasia diriku.”
“Ceritakanlah hai Laknatullah!”
“Hati-hatilah dengan dua sifat tercela, yaitu dengki dan serakah. Dengan sifat dengkiku kepada Adam, menyebabkan aku dikutuk selamanya oleh Allah. Karena sifat serakah atau di usir dari surga. Dengan sifat dengki dan serakah ini manusia akan ku buat kacau, tidak tentram, saling bermusuhan, jatuh menjatuhkan. Kedua sifat ini merupakan senjata ampuhku untuk menghancurleburkan kehidupan manusia dunia dan akhirat.”
Kemudian Iblis pun menghilang. 

(dari Buku SAJADAH IBLIS  karya Fahrurraji Asmuni,penerbit Hemat Amuntai,th.2013)

Kamis, 24 Oktober 2013



I.     MAKRIFAT DAN      MAKRIFATULLAH

 

A.  MAKRIFAT

      Makrifat adalah suatu topik yang sangat sukar untuk difahami, banyak orang tidak mengerti tetapi beranggapan faham,. mereka beranggapan ilmu makrifat itu adalah Makrifat Ilmu.

      Ilmu tidak sedikitpun menyentuh Makrifat, kerana apa,… kerana ilmu adalah yang berkaitan dengan alam.  Alam yang dijadikan Tuhan dan alam bukan Tuhan . Sedangkan Makrifat adalah yang bersangkutan dengan Dzat Allah Yang Mutlak , yaitu Tuhan Semesta Alam. Sungguh jauh perbedaannya, contohnya orang yang mempunyai ilmu tentang kereta, ia sangat faham tentang kereta,..tetapi malangnya dia sendiri tidak ada kereta, hendak pergi ke mana-mana pun terpaksa sewa taksi atau bus. Beginikah yang dikatakan makrifat? Tentu tidak.

        Makrifat adalah berkaitan dengan pengalaman , hal, dzauk, tetapi bukan yang berkaitan dengan ilmu. Seseorang yang bermakrifat, yang sungguh-sungguh dalam  makrifatnya kepada Allah, bukan sekadar teori semata, tetapi telah benar-benar meresapi makrifat itu, malahan telah menjadi SATU dalam pandangan Tauhid. Maka,  jika mereka mati, sesungguhnya mereka tidak mati, tetapi mereka hidup di sisi Allah dan mendapat rahmat-Nya.

        Allah mengharamkan cacing-cacing dan ulat-ulat tanah memakan jasadnya yang telah dikuburkan itu. Walaupun telah dikuburkan beratus-ratus tahun,  jasadnya masih tetap tidak binasa, malahan masih seperti baru dikebumikan. Segar tidak hancur dan tidak mengalami perubahan, kelihatan seperti orang yang dilamun mimpi indah dalam tidur. Sebahagiannya yang lain mendapat Rahmat Tuhan, dengan apa yang disebut “terbang burung terbang sangkar”, jasad dan ruh mereka kembali kepada Tuhan yang dikasihinya.

 

 

B. MAKRIFATULLAH

       Makrifatullah yaitu mengenal Allah SWT, pada Zat-nya, pada Sifat-nya, pada Asma-nya dan pada Af’al-nya. 

       Selain itu, mengenal Allah juga bisa lewat pengenalan diri si hamba. Dari mana, siapa dan untuk apa ia dijadikan.Tidak sah salat seseorang  tanpa mengenal Allah lebih dahulu karena ia tidak tahu siapa yang disembah dan untuk apa ia menyembah.

       Ketika hamba diciptakan kemudian ditiupkan roh ke dalam dirinya, allah berfirman :.

 ALASTU BIRAB BIKUM QOLU BALA SYAHIDNA

 Artinya: Bukankah aku ini Tuhanmu ?

 Betul engkau Tuhan kami,kami menjadi saksi.(QS.AL-ARAF 7:172) 

AL INSANNU SIRRI WA ANNA SIRRUHU Artinya: Manusia itu RahasiaKu dan akulah Rahasianya.

WAFI AMFUSIKUM AFALA TUBSIRUUN Artinya: Di dalam dirimu mengapa kamu tidak melihat.

 ANAHNU AKRABI MIN HABIL WARIZ Artinya: Aku lebih dekat dari urat nadi lehermu. 

LAA TAK BUDU RABBANA LAM YARAH Artinya: Aku tidak akan menyembah Allah apabila aku tidak melihatnya terlebih dahulu.

 HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH

     Pada malam Ghaibul Ghaib yaitu dalam keadaan antah-berantah hanya Dzat semata. Belum ada awal dan belum ada akhir, belum ada bulan dan belum ada matahari, belum ada bintang belum ada sesuatu pun. Malahan belum ada Tuhan yang bernama Allah, maka dalam keadaan ini, Diri yang punya Dzat tersebut telah mentajalikan diri-Nya untuk memuji diri-Nya. Lantas tajalilah  Nur Allah dan kemudian tajali pula  Nur Muhammad (Insan Kamil), yang pada peringkat ini dinamakan Anta Ana, (Kamu, Aku) , (Aku,Kamu), Ana Anta. Maka yang punya Dzat bertanya kepada Nur Muhammad dan sekalian Roh untuk menentukan kedudukan dan taraf hamba. Lantas ditanyakan kepada Nur Muhammad, Aku ini Tuhanmu ? Maka dijawablah Nur Muhammad yang mewakili seluruh Roh, Ya…Engkau Tuhanku. Persaksian ini dengan jelas diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Araf 7:172:

ALASTU BIRAB BIKUM, QOOLU BALA

SYAHIDNA.

Artinya : Bukan aku ini Tuhanmu? Betul engkau Tuhan kami, Kami menjadi Saksi.

        Selepas pengakuan atau persumpahan Roh itu dilaksankan, maka bermulalah era baru di dalam perwujudan Allah SWT. Seperti firman Allah dalam Hadits Qudsi yang artinya:“Aku suka mengenal diriku, lalu aku jadikan mahkluk ini dan akuperkenalkan diriku. Apa yang dimaksud dengan mahkluk ini ialah : Nur Muhammad sebab seluruh kejadian alam maya ini dijadikan daripada Nur Muhammad Tujuan yang punya Dzat mentajalikan Nur Muhammad adalah untuk memperkenalkan diri-Nya sendiri dengan diri rahasia-Nya sendiri. Maka diri rahasia-Nya itu adalah ditanggung dan diakui amanahnya oleh suatu kejadian yang bernama : Insan yang bertubuh diri bathin (Roh) dan diri bathin itulah diri manusia, atau Rohani. Firman Allah dalam hadis Qudsi:

AL-INSAANU SIRRII WA-ANA SIRRUHU Artinya : Manusia itu RahasiaKu dan Akulah yang menjadi Rahasianya.

        Jadi yang dinamakan manusia itu ialah karena ia mengenal Rahasia. Dengan perkataan lain manusia itu mengandung Rahasia Allah. Karena manusia menanggung Rahasia Allah maka manusia harus berusaha mengenal dirinya, dan dengan mengenal dirinya manusia akan dapat mengenal Tuhannya, sehingga lebih mudah kembali menyerahkan dirinya kepada Yang Punya Diri pada waktu dipanggil oleh Allah SWT. Yaitu tatkala berpisah Roh dengan jasad. (Tambahan Hajrikhusyuk: kembali kepada Allah harus selalu dilakukan semasa hidup, masih berjasad, contohnya dengan solat, kerana solat adalahmikraj orang mukmin atau dengan ‘mati sebelum mati’). Firman Allah An-Nisa 4:58:

INNALLAHA YAK MARUKUM ANTU ABDUL AMANATI ILAAHLIHA. Artinya: Sesunggunya Allah memerintahkan kamu supaya memulangkan amanah kepada yang berhak menerimanya. (Allah).

Hal tersebut di atas dipertegas lagi oleh Allah dalam Hadits Qudsi : 

MAN ARAFA NAFSAHU,FAQAD ARAFA RABBAHU. Artinya : Barang siapa mengenal dirinyaBmaka ia akan mengenal Tuhannya. Dalam menawarkan tugas yang sangat berat ini, pernah ditawarkan Rahasia-nya itu kepada Langit, Bumi dan Gunung-gunung tetapi semuanya tidak sanggup menerimanya.  Seperti firman Allah SWT Al Ahzab 33:72.

INNA ‘ARAT NAL AMATA, ALAS SAMAWATI WAL ARDI WAL JIBAL FA ABAINA ANYAH MILNAHA WA AS FAKNA MINHA,WAHAMA LAHAL INSANNU.

 Artinya : Sesungguhnya kami telah menawarkan suatu amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung tetapi mereka enggan memikulnya dan merasa tidak akan sanggup, lantas hanya manusia yang sanggup menerimanya.

 Oleh karena amanat (Rahasia Allah) telah diterima, maka adalah menjadi tanggung jawab manusia untuk menunaikan janjinya. Dengan kata lain, tugas manusia adalah menjaga hubungannya dengan yang punya Rahasia. Setelah amanat (Rahasia Allah) diterima oleh manusia (diri Batin/Roh).Untuk tujan inilah maka Adam dilahirkan untuk bagi memperbanyak diri, diri penanggung Rahasia dan berkembang dari satu abad  ke satu abad, diri satu generasi ke satu generasi yang lain sampai alam ini mengalami

 KIAMAT  DAN RAHASIA ITU  KEMBALI  KEPADA ALLAH.

INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI RAAJIUN. Artinya : Kita berasal dari Allah, dan  kembali kepada Allah.

 

C. PEMBAGIAN MAKRIFAT

Ada pun makrifat itu ialah mengenal Zat Allah dan Zat Rasulullah,oleh kerana itulah makrifat dimulakan:-

1.     Makrifat diri yang zahir.

2.     Makrifat diri yang bathin.

3.     Makrifat Tuhan.

D. APA GUNA MAKRIFAT?

Ada pun guna makrifat untuk mencari HAKIKAT yaitu mengenal yang Qadim dan mengenal yang baru

Sebagaimana kata:“AWALUDDIN MAKRIFATULLAH”

Artinya: Awal agama mengenal Allah.
Maksudnya mengenal yang mana Qadim dan yang mana baharu serta dapat mengenal yang Qadim dan yang baharu,maka dapatlah membedakan diantara Tuhan dengan hamba.

 E. ASAL USUL MAKRIFAT

      Rasulullah SAW mengajar kepada sahabatnya Saidina Ali Karamullah.Saidina Ali Karamullah mengajar kepada Imam Abu Hassan Basri.Imam Abu Hassan Basri mengajar kepada Habib An Najmi.Habib An Najmi mengajar kepada Daud Attaie.Daud Attaie mengajar kepada Maaruf Al Karhi.Maaruf Al Karhi mengajar kepada Sirris Sakatari.Sirris Sakatari mengajar kepada Daud Assakatar.Daud Assakatar mengajar kepada Al Junidi. Maka Al Junidi yang terkenal sebagai pengasas MAKRIFAT.Maka pancaran makrifat itu dari empat sumber yaitu:

1. Pancaran daripada sumber SULUK yang   dinamakan     Makrifat Musyahadah.

2. Pancaran daripada sumber KHALUAT yang dinamakan Makrifat Insaniah.

 3.Pancaran daripada Inayah yang dinamakan

    ROHANI.
4.Pancaran daripada Pertapaan yang dinamakan JIRIM.Maka dari  sumber amalan itulah terbit makrifat yang tinggi dan mempunyai    rahasia yang sulit. (Dari buku Mengenal Allah Versi Kaum Sufi oleh Fahrurraji Asmuni,S.Pd.,MM)