Selasa, 04 Desember 2012

Sejarah maulid nabi moehamad In: ilmu, sejarah Sejarah maulid nabi moehamad – Perayaan maulid Nabi, pertama kali dirintis oleh Shalahuddin al-Ayyubi, sultan Mesir dari Bani Ayyub yang memerintah pada 570-590 Hijriah atau 1174-1193 Masehi dengan daerah kekuasaan yang membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia. Ketika itu dunia Islam tengah terlibat dalam perang salib berhadapan dengan bangsa Eropa, terutama bangsa Perancis, Jerman, dan Inggris. Pada 1099, pasukan gabungan eropa berhasil merebut Yerusalem dengan mengubah Masjid Al-Aqsha menjadi gereja. Ketika itu dunia Islam seperti kehilangan semangat jihad dan ukhuwah, sebab secara politis terpecah belah dalam beberapa kerajaan dan kesultanan meskipun khalifahnya satu, yaitu Khalifah Bani Abbas di Baghdad, Iraq. Melihat suasana lesu itu, Shalahuddin berusaha untuk membangkitkan semangat jihad kaum muslimin dengan menggelar Maulid Nabi pada 12 Rabiul Awwal. Menurutnya, semangat jihad itu harus dibangkitkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Rasulullah SAW. Namun gagasan itu sebenarnya bukan usulan dia, tetapi usulan dari saudara iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yaitu seorang atabeg (bupati) di Irbil, Suriah Utara. Awalnya, gagasan Shalahuddin ditentang para ulama, sebab sejak zaman Nabi perayaan maulid itu tidak ada. Apalagi, di dalam agama islam hari raya resmi cuma ada 2 yaitu, Hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Namun Shalahuddin menegaskan bahwa perayaan Maulid hanyalah semarak syiar Islam, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dikategorikan sebagai bid’ah. Kebetulan Khlaifah An Nashir di Baghdad pun menyetujuinya. Maka, di tengah musim haji pada 579 Hijriah atau 1183 Masehi, shalahuddin mengimbau seluruh jamaah hajji agar setiap tahun merayakan maulid Nabi di kampong halaman masing-masing. Salah satu kegiatan yang dalam maulid yang pertama kali digelar oleh Shalahuddin pada 580 H/1184 M adalah sayembara menulis riwayat Nabi yang diikuti oleh sejumlah ulama dan sasterawan. Setelah diseleksi, pemenang pertamanya dalahSyaikh Ja’far Al-Barzanji-yang menulis riwayat Rasulullah SAW dan keluhuran akhlaknya dalam bentuk syair yang panjang, yaitu Maulid Barzanji. Ternyata, peringatan Maulid Nabi yang digagas oleh Shalahuddin al-Ayyubi mampu menggelorakan semangat jihad kaum muslim dalam menghadapi serangan agresi Barat dalam Perang salib. Shalahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga Yerusalem berhasil direbut pada 583 H atau 1187 M. Pada zaman sekarang, kebanyakan muslim di Negara-negara Islam merayakan Maulid Nabi, diantaranya: Mesir, Syria, Lebanon, Yordania, Palestina, Iraq, Kuwait, Uni Emirat Arab (tidak secra resmi karena mereka menyambut secara sembunyi-sembunyi di rumah masing-masing), Sudan, Yaman, Libya, Tunisia, Algeria, Maroko, Mauritania, Djibouti, Somalia, Turki, Pakistan, India, Sri Lanka, Iran, Afghanistan, Azerbaidjan, Uzbekistan, Turkistan, Bosnia, Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, dan kebanyakan Negara islam yang lain. Di kebanyakan Negara Arab, Maulidurrasul Saw merupakan hari cuti umum. Oleh karena itu, sangatlah pantas bagi kita untuk selalu memperingati kelahiran beliau sebagai bentuk syukur dan terima kasih yang dalam kepada Allah SWT atas karunia-Nya yang agung dengan lahirnya Rasulullah SAW.”man ahabbani fahuwwa ma’i fil-jannah” (al-hadits aw kama qala).

Selasa, 28 Agustus 2012

Cinta Berselimut Taqwa – Kisah ini tentang masa muda Syaikh Sulaim As-Suyuthi yang terjadi di kota Damaskus, Syria, dimana Daulah Umawiyah menjadi ibu kota pada zaman itu. Di kota itu terdapatlah sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Jami’ At-Taubah. Masjid At-Taubah ini dibangun oleh seorang sultan pada abad ke-7, konon sebelumnya adalah tempat hiburan, tempat kemaksiatan. Syaikh tinggal di salah satu ruangan masjid itu hampir tujuh puluh tahun. Syaikh sangat termasyur dan dipercaya karena Kezuhudannya. Seringkali ia lewati hari-hari tanpa ada makanan sedikitpun ataupun sekeping uang untuk membeli makanan. Dalam kelaparan sering kali ia merasa kematiannya sudah dekat, tetapi ia menganggapnya sebagai ujian. Suatu ketika ia menemui keadaan yang sedemikian gawat karena sudah berhari-hari ia tidak makan, demi mempertahankan hidup ia harus makan apa saja. Keadaan yang sangat darurat yang dalam ilmu fiqih sudah sampai batas diperbolehkan makan bangkai atau mencuri. Saat itu Sulaim memilih mencuri segenggam makanan. Menjelang Ashar ia keluar dari masjid, jika diluar masjid ada yang memberinya makan alhamdulillah. Jika tidak ia terpaksa harus mencuri. Masjid At-Taubah berada disekitar perkampungan yang rumahnya saling berdampingan satu dengan yang lainnya. Terpikir oleh Syaikh untuk melintas diatas rumah-rumah penduduk itu, kalau-kalau ada makanan yang dijemur di atas rumah. Ia melihat sebuah rumah yang sedang kosong dan segera melangkah ke atap rumah itu, ia mencium bau masakan yang membuat air liurnya keluar. Dengan dua kali lompatan ia sudah berada di atap rumah tersebut dan segera menuju dapur, dilihatnya beberapa terong yang baru saja direbus. Karena rasa lapar yang tidak tertahankan lagi, ia langsung memakan terong itu tanpa peduli lagi panasnya makanan tadi. Namun ketika hendak menelannya, nuraninya mengusiknya. Ia berkata ” Astaghfirullah, A’udzubillahi minasy syaithanir rajim… ” Aku mencuri? Aku mencuri?” ” Mana imanku? Mana imanku? Aku berlindung kepada Allah.” ” Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?” ” Aku seorang mu’azin di masjid, seorang penuntut ilmu, murid seorang ulama besar, tapi berani masuk ke Rumah orang lain dan mencuri?” ” Astaghfirullah… Ini tidak boleh terjadi.” Ia langsung mengeluarkan semua terong yang sudah ia mamah dimulutnya, mengembalikan terong yang telah ia gigit. Airmatanya terbit, menyesali perbuatannya dan merasa telah melakukan dosa besar. Ia kembali ke masjid dan sepanjang jalan terus beristighfar. Usai shalat Ashar ia duduk mengikuti dan mendengarkan pengajian sang Guru di masjid sambil terus memikirkan perbuatannya siang tadi. Usai pengajian dan semua orang telah pergi, tiba-tiba datang seorang wanita dengan memakai cadar muka menghampiri gurunya dan berkata kepada Gurunya dengan ucapan yang sama sekali tidak dapat ia dengar. Setelah itu Gurunya memanggilnya karena tidak ada orang lain lagi disekelilingnya dan bertanya, ” Apakah kamu telah menikah?” ” Belum jawabnya.” Guru betanya lagi, ” Apakah kamu ingin menikah?” Ia terdiam, perutnya semakin melilit. Ia tidak memikirkan menikah, tetapi memikirkan nasib perutnya yang sudah sekian hari tidak kemasukan makanan. Kemudian guru mengulangi lagi pertanyaannya, dan Syaikh menjawab, ” Guru, Demi Allah, untuk membeli sekerat roti pun saya tidak mampu, bagaimana mungkin saya menikah?”. Gurunya itu tersenyum lalu berkata, ” Wanita ini bercerita bahwa suaminya baru saja meninggal. Massa Iddahnya telah habis. Ia ingin mendapatkan suami lagi yang menikahinya sesuai Sunnah Rasulullah SAW, agar tidak sendirian lagi, sehingga menutup kesempatan mereka yang ingin berbuat jahat. Apakah kamu mau menikahinya?” Syaikh menjawab, “Insya Allah saya mau.” Dan si wanita tadi pun menerima Syaikh sebagai suaminya. Guru langsung menghadirkan dua orang saksi untuk melaksanakan akad nikah dan memberikan mahar untuk muridnya. Setelah itu sang wanita membawanya kerumahnya. Sesampainya di rumah sang wanita membuka cadarnya, Syaikh kaget karena isterinya itu sungguh sangat cantik. Wajah istrinya putih bersinar. Ia semakin kaget saat ini dia berada di rumah yang siang tadi ia masuki. ” Apakah Kanda sudah makan siang?” Tanya sang wanita. Syaikh menjawab “belum”. Kemudian sang wanita mengajak Syaikh ke dapur untuk makan, namun saat membuka tutup panci betapa kagetnya sang wanita seraya berkata, ” Mengherankan! Siapa yang berani masuk rumah ini dan menggigit terong ini! Mungkin orang yang lancang ini tahu kalau aku janda sehingga berani nya ia masuk rumah ini!” Mendengar hal itu, Syaikh menangis dan ia mulai menceritakan yang sesungguhnya terjadi. Ia minta maaf. Wanita itu pun menangis mendengar cerita suaminya. Dengan terisak ia berkata, ” Kau lulus ujian, Suamiku. Kamu menjaga dirimu dari perbuatan haram. Sebagai gantinya Allah memberikan terong ini semua bahkan pemiliknya dan seisi rumahnya secara halal”. Sejak itu ia tinggal bersama isterinya yang cantik, salehah, cerdas. Dan dengan hartanya ia menuntut ilmu menjadi seorang Ulama Besar./id.shvoong.com/09/10

Cinta Berselimut Taqwa

Cinta Berselimut Taqwa Kisah ini tentang masa muda Syaikh Sulaim As-Suyuthi yang terjadi di kota Damaskus, Syria, dimana Daulah Umawiyah menjadi ibu kota pada zaman itu. Di kota itu terdapatlah sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Jami’ At-Taubah. Masjid At-Taubah ini dibangun oleh seorang sultan pada abad ke-7, konon sebelumnya adalah tempat hiburan, tempat kemaksiatan. Syaikh tinggal di salah satu ruangan masjid itu hampir tujuh puluh tahun. Syaikh sangat termasyur dan dipercaya karena Kezuhudannya. Seringkali ia lewati hari-hari tanpa ada makanan sedikitpun ataupun sekeping uang untuk membeli makanan. Dalam kelaparan sering kali ia merasa kematiannya sudah dekat, tetapi ia menganggapnya sebagai ujian. Suatu ketika ia menemui keadaan yang sedemikian gawat karena sudah berhari-hari ia tidak makan, demi mempertahankan hidup ia harus makan apa saja. Keadaan yang sangat darurat yang dalam ilmu fiqih sudah sampai batas diperbolehkan makan bangkai atau mencuri. Saat itu Sulaim memilih mencuri segenggam makanan. Menjelang Ashar ia keluar dari masjid, jika diluar masjid ada yang memberinya makan alhamdulillah. Jika tidak ia terpaksa harus mencuri. Masjid At-Taubah berada disekitar perkampungan yang rumahnya saling berdampingan satu dengan yang lainnya. Terpikir oleh Syaikh untuk melintas diatas rumah-rumah penduduk itu, kalau-kalau ada makanan yang dijemur di atas rumah. Ia melihat sebuah rumah yang sedang kosong dan segera melangkah ke atap rumah itu, ia mencium bau masakan yang membuat air liurnya keluar. Dengan dua kali lompatan ia sudah berada di atap rumah tersebut dan segera menuju dapur, dilihatnya beberapa terong yang baru saja direbus. Karena rasa lapar yang tidak tertahankan lagi, ia langsung memakan terong itu tanpa peduli lagi panasnya makanan tadi. Namun ketika hendak menelannya, nuraninya mengusiknya. Ia berkata ” Astaghfirullah, A’udzubillahi minasy syaithanir rajim… ” Aku mencuri? Aku mencuri?” ” Mana imanku? Mana imanku? Aku berlindung kepada Allah.” ” Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?” ” Aku seorang mu’azin di masjid, seorang penuntut ilmu, murid seorang ulama besar, tapi berani masuk ke Rumah orang lain dan mencuri?” ” Astaghfirullah… Ini tidak boleh terjadi.” Ia langsung mengeluarkan semua terong yang sudah ia mamah dimulutnya, mengembalikan terong yang telah ia gigit. Airmatanya terbit, menyesali perbuatannya dan merasa telah melakukan dosa besar. Ia kembali ke masjid dan sepanjang jalan terus beristighfar. Usai shalat Ashar ia duduk mengikuti dan mendengarkan pengajian sang Guru di masjid sambil terus memikirkan perbuatannya siang tadi. Usai pengajian dan semua orang telah pergi, tiba-tiba datang seorang wanita dengan memakai cadar muka menghampiri gurunya dan berkata kepada Gurunya dengan ucapan yang sama sekali tidak dapat ia dengar. Setelah itu Gurunya memanggilnya karena tidak ada orang lain lagi disekelilingnya dan bertanya, ” Apakah kamu telah menikah?” ” Belum jawabnya.” Guru betanya lagi, ” Apakah kamu ingin menikah?” Ia terdiam, perutnya semakin melilit. Ia tidak memikirkan menikah, tetapi memikirkan nasib perutnya yang sudah sekian hari tidak kemasukan makanan. Kemudian guru mengulangi lagi pertanyaannya, dan Syaikh menjawab, ” Guru, Demi Allah, untuk membeli sekerat roti pun saya tidak mampu, bagaimana mungkin saya menikah?”. Gurunya itu tersenyum lalu berkata, ” Wanita ini bercerita bahwa suaminya baru saja meninggal. Massa Iddahnya telah habis. Ia ingin mendapatkan suami lagi yang menikahinya sesuai Sunnah Rasulullah SAW, agar tidak sendirian lagi, sehingga menutup kesempatan mereka yang ingin berbuat jahat. Apakah kamu mau menikahinya?” Syaikh menjawab, “Insya Allah saya mau.” Dan si wanita tadi pun menerima Syaikh sebagai suaminya. Guru langsung menghadirkan dua orang saksi untuk melaksanakan akad nikah dan memberikan mahar untuk muridnya. Setelah itu sang wanita membawanya kerumahnya. Sesampainya di rumah sang wanita membuka cadarnya, Syaikh kaget karena isterinya itu sungguh sangat cantik. Wajah istrinya putih bersinar. Ia semakin kaget saat ini dia berada di rumah yang siang tadi ia masuki. ” Apakah Kanda sudah makan siang?” Tanya sang wanita. Syaikh menjawab “belum”. Kemudian sang wanita mengajak Syaikh ke dapur untuk makan, namun saat membuka tutup panci betapa kagetnya sang wanita seraya berkata, ” Mengherankan! Siapa yang berani masuk rumah ini dan menggigit terong ini! Mungkin orang yang lancang ini tahu kalau aku janda sehingga berani nya ia masuk rumah ini!” Mendengar hal itu, Syaikh menangis dan ia mulai menceritakan yang sesungguhnya terjadi. Ia minta maaf. Wanita itu pun menangis mendengar cerita suaminya. Dengan terisak ia berkata, ” Kau lulus ujian, Suamiku. Kamu menjaga dirimu dari perbuatan haram. Sebagai gantinya Allah memberikan terong ini semua bahkan pemiliknya dan seisi rumahnya secara halal”. Sejak itu ia tinggal bersama isterinya yang cantik, salehah, cerdas. Dan dengan hartanya ia menuntut ilmu menjadi seorang Ulama Besar./id.shvoong.com/09/10

Cinta Berselimut Taqwa

Cinta Berselimut Taqwa Kisah ini tentang masa muda Syaikh Sulaim As-Suyuthi yang terjadi di kota Damaskus, Syria, dimana Daulah Umawiyah menjadi ibu kota pada zaman itu. Di kota itu terdapatlah sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Jami’ At-Taubah. Masjid At-Taubah ini dibangun oleh seorang sultan pada abad ke-7, konon sebelumnya adalah tempat hiburan, tempat kemaksiatan. Syaikh tinggal di salah satu ruangan masjid itu hampir tujuh puluh tahun. Syaikh sangat termasyur dan dipercaya karena Kezuhudannya. Seringkali ia lewati hari-hari tanpa ada makanan sedikitpun ataupun sekeping uang untuk membeli makanan. Dalam kelaparan sering kali ia merasa kematiannya sudah dekat, tetapi ia menganggapnya sebagai ujian. Suatu ketika ia menemui keadaan yang sedemikian gawat karena sudah berhari-hari ia tidak makan, demi mempertahankan hidup ia harus makan apa saja. Keadaan yang sangat darurat yang dalam ilmu fiqih sudah sampai batas diperbolehkan makan bangkai atau mencuri. Saat itu Sulaim memilih mencuri segenggam makanan. Menjelang Ashar ia keluar dari masjid, jika diluar masjid ada yang memberinya makan alhamdulillah. Jika tidak ia terpaksa harus mencuri. Masjid At-Taubah berada disekitar perkampungan yang rumahnya saling berdampingan satu dengan yang lainnya. Terpikir oleh Syaikh untuk melintas diatas rumah-rumah penduduk itu, kalau-kalau ada makanan yang dijemur di atas rumah. Ia melihat sebuah rumah yang sedang kosong dan segera melangkah ke atap rumah itu, ia mencium bau masakan yang membuat air liurnya keluar. Dengan dua kali lompatan ia sudah berada di atap rumah tersebut dan segera menuju dapur, dilihatnya beberapa terong yang baru saja direbus. Karena rasa lapar yang tidak tertahankan lagi, ia langsung memakan terong itu tanpa peduli lagi panasnya makanan tadi. Namun ketika hendak menelannya, nuraninya mengusiknya. Ia berkata ” Astaghfirullah, A’udzubillahi minasy syaithanir rajim… ” Aku mencuri? Aku mencuri?” ” Mana imanku? Mana imanku? Aku berlindung kepada Allah.” ” Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?” ” Aku seorang mu’azin di masjid, seorang penuntut ilmu, murid seorang ulama besar, tapi berani masuk ke Rumah orang lain dan mencuri?” ” Astaghfirullah… Ini tidak boleh terjadi.” Ia langsung mengeluarkan semua terong yang sudah ia mamah dimulutnya, mengembalikan terong yang telah ia gigit. Airmatanya terbit, menyesali perbuatannya dan merasa telah melakukan dosa besar. Ia kembali ke masjid dan sepanjang jalan terus beristighfar. Usai shalat Ashar ia duduk mengikuti dan mendengarkan pengajian sang Guru di masjid sambil terus memikirkan perbuatannya siang tadi. Usai pengajian dan semua orang telah pergi, tiba-tiba datang seorang wanita dengan memakai cadar muka menghampiri gurunya dan berkata kepada Gurunya dengan ucapan yang sama sekali tidak dapat ia dengar. Setelah itu Gurunya memanggilnya karena tidak ada orang lain lagi disekelilingnya dan bertanya, ” Apakah kamu telah menikah?” ” Belum jawabnya.” Guru betanya lagi, ” Apakah kamu ingin menikah?” Ia terdiam, perutnya semakin melilit. Ia tidak memikirkan menikah, tetapi memikirkan nasib perutnya yang sudah sekian hari tidak kemasukan makanan. Kemudian guru mengulangi lagi pertanyaannya, dan Syaikh menjawab, ” Guru, Demi Allah, untuk membeli sekerat roti pun saya tidak mampu, bagaimana mungkin saya menikah?”. Gurunya itu tersenyum lalu berkata, ” Wanita ini bercerita bahwa suaminya baru saja meninggal. Massa Iddahnya telah habis. Ia ingin mendapatkan suami lagi yang menikahinya sesuai Sunnah Rasulullah SAW, agar tidak sendirian lagi, sehingga menutup kesempatan mereka yang ingin berbuat jahat. Apakah kamu mau menikahinya?” Syaikh menjawab, “Insya Allah saya mau.” Dan si wanita tadi pun menerima Syaikh sebagai suaminya. Guru langsung menghadirkan dua orang saksi untuk melaksanakan akad nikah dan memberikan mahar untuk muridnya. Setelah itu sang wanita membawanya kerumahnya. Sesampainya di rumah sang wanita membuka cadarnya, Syaikh kaget karena isterinya itu sungguh sangat cantik. Wajah istrinya putih bersinar. Ia semakin kaget saat ini dia berada di rumah yang siang tadi ia masuki. ” Apakah Kanda sudah makan siang?” Tanya sang wanita. Syaikh menjawab “belum”. Kemudian sang wanita mengajak Syaikh ke dapur untuk makan, namun saat membuka tutup panci betapa kagetnya sang wanita seraya berkata, ” Mengherankan! Siapa yang berani masuk rumah ini dan menggigit terong ini! Mungkin orang yang lancang ini tahu kalau aku janda sehingga berani nya ia masuk rumah ini!” Mendengar hal itu, Syaikh menangis dan ia mulai menceritakan yang sesungguhnya terjadi. Ia minta maaf. Wanita itu pun menangis mendengar cerita suaminya. Dengan terisak ia berkata, ” Kau lulus ujian, Suamiku. Kamu menjaga dirimu dari perbuatan haram. Sebagai gantinya Allah memberikan terong ini semua bahkan pemiliknya dan seisi rumahnya secara halal”. Sejak itu ia tinggal bersama isterinya yang cantik, salehah, cerdas. Dan dengan hartanya ia menuntut ilmu menjadi seorang Ulama Besar./id.shvoong.com/09/10
Cinta Berselimut Taqwa Kisah ini tentang masa muda Syaikh Sulaim As-Suyuthi yang terjadi di kota Damaskus, Syria, dimana Daulah Umawiyah menjadi ibu kota pada zaman itu. Di kota itu terdapatlah sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Jami’ At-Taubah. Masjid At-Taubah ini dibangun oleh seorang sultan pada abad ke-7, konon sebelumnya adalah tempat hiburan, tempat kemaksiatan. Syaikh tinggal di salah satu ruangan masjid itu hampir tujuh puluh tahun. Syaikh sangat termasyur dan dipercaya karena Kezuhudannya. Seringkali ia lewati hari-hari tanpa ada makanan sedikitpun ataupun sekeping uang untuk membeli makanan. Dalam kelaparan sering kali ia merasa kematiannya sudah dekat, tetapi ia menganggapnya sebagai ujian. Suatu ketika ia menemui keadaan yang sedemikian gawat karena sudah berhari-hari ia tidak makan, demi mempertahankan hidup ia harus makan apa saja. Keadaan yang sangat darurat yang dalam ilmu fiqih sudah sampai batas diperbolehkan makan bangkai atau mencuri. Saat itu Sulaim memilih mencuri segenggam makanan. Menjelang Ashar ia keluar dari masjid, jika diluar masjid ada yang memberinya makan alhamdulillah. Jika tidak ia terpaksa harus mencuri. Masjid At-Taubah berada disekitar perkampungan yang rumahnya saling berdampingan satu dengan yang lainnya. Terpikir oleh Syaikh untuk melintas diatas rumah-rumah penduduk itu, kalau-kalau ada makanan yang dijemur di atas rumah. Ia melihat sebuah rumah yang sedang kosong dan segera melangkah ke atap rumah itu, ia mencium bau masakan yang membuat air liurnya keluar. Dengan dua kali lompatan ia sudah berada di atap rumah tersebut dan segera menuju dapur, dilihatnya beberapa terong yang baru saja direbus. Karena rasa lapar yang tidak tertahankan lagi, ia langsung memakan terong itu tanpa peduli lagi panasnya makanan tadi. Namun ketika hendak menelannya, nuraninya mengusiknya. Ia berkata ” Astaghfirullah, A’udzubillahi minasy syaithanir rajim… ” Aku mencuri? Aku mencuri?” ” Mana imanku? Mana imanku? Aku berlindung kepada Allah.” ” Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?” ” Aku seorang mu’azin di masjid, seorang penuntut ilmu, murid seorang ulama besar, tapi berani masuk ke Rumah orang lain dan mencuri?” ” Astaghfirullah… Ini tidak boleh terjadi.” Ia langsung mengeluarkan semua terong yang sudah ia mamah dimulutnya, mengembalikan terong yang telah ia gigit. Airmatanya terbit, menyesali perbuatannya dan merasa telah melakukan dosa besar. Ia kembali ke masjid dan sepanjang jalan terus beristighfar. Usai shalat Ashar ia duduk mengikuti dan mendengarkan pengajian sang Guru di masjid sambil terus memikirkan perbuatannya siang tadi. Usai pengajian dan semua orang telah pergi, tiba-tiba datang seorang wanita dengan memakai cadar muka menghampiri gurunya dan berkata kepada Gurunya dengan ucapan yang sama sekali tidak dapat ia dengar. Setelah itu Gurunya memanggilnya karena tidak ada orang lain lagi disekelilingnya dan bertanya, ” Apakah kamu telah menikah?” ” Belum jawabnya.” Guru betanya lagi, ” Apakah kamu ingin menikah?” Ia terdiam, perutnya semakin melilit. Ia tidak memikirkan menikah, tetapi memikirkan nasib perutnya yang sudah sekian hari tidak kemasukan makanan. Kemudian guru mengulangi lagi pertanyaannya, dan Syaikh menjawab, ” Guru, Demi Allah, untuk membeli sekerat roti pun saya tidak mampu, bagaimana mungkin saya menikah?”. Gurunya itu tersenyum lalu berkata, ” Wanita ini bercerita bahwa suaminya baru saja meninggal. Massa Iddahnya telah habis. Ia ingin mendapatkan suami lagi yang menikahinya sesuai Sunnah Rasulullah SAW, agar tidak sendirian lagi, sehingga menutup kesempatan mereka yang ingin berbuat jahat. Apakah kamu mau menikahinya?” Syaikh menjawab, “Insya Allah saya mau.” Dan si wanita tadi pun menerima Syaikh sebagai suaminya. Guru langsung menghadirkan dua orang saksi untuk melaksanakan akad nikah dan memberikan mahar untuk muridnya. Setelah itu sang wanita membawanya kerumahnya. Sesampainya di rumah sang wanita membuka cadarnya, Syaikh kaget karena isterinya itu sungguh sangat cantik. Wajah istrinya putih bersinar. Ia semakin kaget saat ini dia berada di rumah yang siang tadi ia masuki. ” Apakah Kanda sudah makan siang?” Tanya sang wanita. Syaikh menjawab “belum”. Kemudian sang wanita mengajak Syaikh ke dapur untuk makan, namun saat membuka tutup panci betapa kagetnya sang wanita seraya berkata, ” Mengherankan! Siapa yang berani masuk rumah ini dan menggigit terong ini! Mungkin orang yang lancang ini tahu kalau aku janda sehingga berani nya ia masuk rumah ini!” Mendengar hal itu, Syaikh menangis dan ia mulai menceritakan yang sesungguhnya terjadi. Ia minta maaf. Wanita itu pun menangis mendengar cerita suaminya. Dengan terisak ia berkata, ” Kau lulus ujian, Suamiku. Kamu menjaga dirimu dari perbuatan haram. Sebagai gantinya Allah memberikan terong ini semua bahkan pemiliknya dan seisi rumahnya secara halal”. Sejak itu ia tinggal bersama isterinya yang cantik, salehah, cerdas. Dan dengan hartanya ia menuntut ilmu menjadi seorang Ulama Besar./id.shvoong.com/09/10
Cinta Berselimut Taqwa Kisah ini tentang masa muda Syaikh Sulaim As-Suyuthi yang terjadi di kota Damaskus, Syria, dimana Daulah Umawiyah menjadi ibu kota pada zaman itu. Di kota itu terdapatlah sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Jami’ At-Taubah. Masjid At-Taubah ini dibangun oleh seorang sultan pada abad ke-7, konon sebelumnya adalah tempat hiburan, tempat kemaksiatan. Syaikh tinggal di salah satu ruangan masjid itu hampir tujuh puluh tahun. Syaikh sangat termasyur dan dipercaya karena Kezuhudannya. Seringkali ia lewati hari-hari tanpa ada makanan sedikitpun ataupun sekeping uang untuk membeli makanan. Dalam kelaparan sering kali ia merasa kematiannya sudah dekat, tetapi ia menganggapnya sebagai ujian. Suatu ketika ia menemui keadaan yang sedemikian gawat karena sudah berhari-hari ia tidak makan, demi mempertahankan hidup ia harus makan apa saja. Keadaan yang sangat darurat yang dalam ilmu fiqih sudah sampai batas diperbolehkan makan bangkai atau mencuri. Saat itu Sulaim memilih mencuri segenggam makanan. Menjelang Ashar ia keluar dari masjid, jika diluar masjid ada yang memberinya makan alhamdulillah. Jika tidak ia terpaksa harus mencuri. Masjid At-Taubah berada disekitar perkampungan yang rumahnya saling berdampingan satu dengan yang lainnya. Terpikir oleh Syaikh untuk melintas diatas rumah-rumah penduduk itu, kalau-kalau ada makanan yang dijemur di atas rumah. Ia melihat sebuah rumah yang sedang kosong dan segera melangkah ke atap rumah itu, ia mencium bau masakan yang membuat air liurnya keluar. Dengan dua kali lompatan ia sudah berada di atap rumah tersebut dan segera menuju dapur, dilihatnya beberapa terong yang baru saja direbus. Karena rasa lapar yang tidak tertahankan lagi, ia langsung memakan terong itu tanpa peduli lagi panasnya makanan tadi. Namun ketika hendak menelannya, nuraninya mengusiknya. Ia berkata ” Astaghfirullah, A’udzubillahi minasy syaithanir rajim… ” Aku mencuri? Aku mencuri?” ” Mana imanku? Mana imanku? Aku berlindung kepada Allah.” ” Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?” ” Aku seorang mu’azin di masjid, seorang penuntut ilmu, murid seorang ulama besar, tapi berani masuk ke Rumah orang lain dan mencuri?” ” Astaghfirullah… Ini tidak boleh terjadi.” Ia langsung mengeluarkan semua terong yang sudah ia mamah dimulutnya, mengembalikan terong yang telah ia gigit. Airmatanya terbit, menyesali perbuatannya dan merasa telah melakukan dosa besar. Ia kembali ke masjid dan sepanjang jalan terus beristighfar. Usai shalat Ashar ia duduk mengikuti dan mendengarkan pengajian sang Guru di masjid sambil terus memikirkan perbuatannya siang tadi. Usai pengajian dan semua orang telah pergi, tiba-tiba datang seorang wanita dengan memakai cadar muka menghampiri gurunya dan berkata kepada Gurunya dengan ucapan yang sama sekali tidak dapat ia dengar. Setelah itu Gurunya memanggilnya karena tidak ada orang lain lagi disekelilingnya dan bertanya, ” Apakah kamu telah menikah?” ” Belum jawabnya.” Guru betanya lagi, ” Apakah kamu ingin menikah?” Ia terdiam, perutnya semakin melilit. Ia tidak memikirkan menikah, tetapi memikirkan nasib perutnya yang sudah sekian hari tidak kemasukan makanan. Kemudian guru mengulangi lagi pertanyaannya, dan Syaikh menjawab, ” Guru, Demi Allah, untuk membeli sekerat roti pun saya tidak mampu, bagaimana mungkin saya menikah?”. Gurunya itu tersenyum lalu berkata, ” Wanita ini bercerita bahwa suaminya baru saja meninggal. Massa Iddahnya telah habis. Ia ingin mendapatkan suami lagi yang menikahinya sesuai Sunnah Rasulullah SAW, agar tidak sendirian lagi, sehingga menutup kesempatan mereka yang ingin berbuat jahat. Apakah kamu mau menikahinya?” Syaikh menjawab, “Insya Allah saya mau.” Dan si wanita tadi pun menerima Syaikh sebagai suaminya. Guru langsung menghadirkan dua orang saksi untuk melaksanakan akad nikah dan memberikan mahar untuk muridnya. Setelah itu sang wanita membawanya kerumahnya. Sesampainya di rumah sang wanita membuka cadarnya, Syaikh kaget karena isterinya itu sungguh sangat cantik. Wajah istrinya putih bersinar. Ia semakin kaget saat ini dia berada di rumah yang siang tadi ia masuki. ” Apakah Kanda sudah makan siang?” Tanya sang wanita. Syaikh menjawab “belum”. Kemudian sang wanita mengajak Syaikh ke dapur untuk makan, namun saat membuka tutup panci betapa kagetnya sang wanita seraya berkata, ” Mengherankan! Siapa yang berani masuk rumah ini dan menggigit terong ini! Mungkin orang yang lancang ini tahu kalau aku janda sehingga berani nya ia masuk rumah ini!” Mendengar hal itu, Syaikh menangis dan ia mulai menceritakan yang sesungguhnya terjadi. Ia minta maaf. Wanita itu pun menangis mendengar cerita suaminya. Dengan terisak ia berkata, ” Kau lulus ujian, Suamiku. Kamu menjaga dirimu dari perbuatan haram. Sebagai gantinya Allah memberikan terong ini semua bahkan pemiliknya dan seisi rumahnya secara halal”. Sejak itu ia tinggal bersama isterinya yang cantik, salehah, cerdas. Dan dengan hartanya ia menuntut ilmu menjadi seorang Ulama Besar./id.shvoong.com/09/10
Cinta Berselimut Taqwa Kisah ini tentang masa muda Syaikh Sulaim As-Suyuthi yang terjadi di kota Damaskus, Syria, dimana Daulah Umawiyah menjadi ibu kota pada zaman itu. Di kota itu terdapatlah sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Jami’ At-Taubah. Masjid At-Taubah ini dibangun oleh seorang sultan pada abad ke-7, konon sebelumnya adalah tempat hiburan, tempat kemaksiatan. Syaikh tinggal di salah satu ruangan masjid itu hampir tujuh puluh tahun. Syaikh sangat termasyur dan dipercaya karena Kezuhudannya. Seringkali ia lewati hari-hari tanpa ada makanan sedikitpun ataupun sekeping uang untuk membeli makanan. Dalam kelaparan sering kali ia merasa kematiannya sudah dekat, tetapi ia menganggapnya sebagai ujian. Suatu ketika ia menemui keadaan yang sedemikian gawat karena sudah berhari-hari ia tidak makan, demi mempertahankan hidup ia harus makan apa saja. Keadaan yang sangat darurat yang dalam ilmu fiqih sudah sampai batas diperbolehkan makan bangkai atau mencuri. Saat itu Sulaim memilih mencuri segenggam makanan. Menjelang Ashar ia keluar dari masjid, jika diluar masjid ada yang memberinya makan alhamdulillah. Jika tidak ia terpaksa harus mencuri. Masjid At-Taubah berada disekitar perkampungan yang rumahnya saling berdampingan satu dengan yang lainnya. Terpikir oleh Syaikh untuk melintas diatas rumah-rumah penduduk itu, kalau-kalau ada makanan yang dijemur di atas rumah. Ia melihat sebuah rumah yang sedang kosong dan segera melangkah ke atap rumah itu, ia mencium bau masakan yang membuat air liurnya keluar. Dengan dua kali lompatan ia sudah berada di atap rumah tersebut dan segera menuju dapur, dilihatnya beberapa terong yang baru saja direbus. Karena rasa lapar yang tidak tertahankan lagi, ia langsung memakan terong itu tanpa peduli lagi panasnya makanan tadi. Namun ketika hendak menelannya, nuraninya mengusiknya. Ia berkata ” Astaghfirullah, A’udzubillahi minasy syaithanir rajim… ” Aku mencuri? Aku mencuri?” ” Mana imanku? Mana imanku? Aku berlindung kepada Allah.” ” Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?” ” Aku seorang mu’azin di masjid, seorang penuntut ilmu, murid seorang ulama besar, tapi berani masuk ke Rumah orang lain dan mencuri?” ” Astaghfirullah… Ini tidak boleh terjadi.” Ia langsung mengeluarkan semua terong yang sudah ia mamah dimulutnya, mengembalikan terong yang telah ia gigit. Airmatanya terbit, menyesali perbuatannya dan merasa telah melakukan dosa besar. Ia kembali ke masjid dan sepanjang jalan terus beristighfar. Usai shalat Ashar ia duduk mengikuti dan mendengarkan pengajian sang Guru di masjid sambil terus memikirkan perbuatannya siang tadi. Usai pengajian dan semua orang telah pergi, tiba-tiba datang seorang wanita dengan memakai cadar muka menghampiri gurunya dan berkata kepada Gurunya dengan ucapan yang sama sekali tidak dapat ia dengar. Setelah itu Gurunya memanggilnya karena tidak ada orang lain lagi disekelilingnya dan bertanya, ” Apakah kamu telah menikah?” ” Belum jawabnya.” Guru betanya lagi, ” Apakah kamu ingin menikah?” Ia terdiam, perutnya semakin melilit. Ia tidak memikirkan menikah, tetapi memikirkan nasib perutnya yang sudah sekian hari tidak kemasukan makanan. Kemudian guru mengulangi lagi pertanyaannya, dan Syaikh menjawab, ” Guru, Demi Allah, untuk membeli sekerat roti pun saya tidak mampu, bagaimana mungkin saya menikah?”. Gurunya itu tersenyum lalu berkata, ” Wanita ini bercerita bahwa suaminya baru saja meninggal. Massa Iddahnya telah habis. Ia ingin mendapatkan suami lagi yang menikahinya sesuai Sunnah Rasulullah SAW, agar tidak sendirian lagi, sehingga menutup kesempatan mereka yang ingin berbuat jahat. Apakah kamu mau menikahinya?” Syaikh menjawab, “Insya Allah saya mau.” Dan si wanita tadi pun menerima Syaikh sebagai suaminya. Guru langsung menghadirkan dua orang saksi untuk melaksanakan akad nikah dan memberikan mahar untuk muridnya. Setelah itu sang wanita membawanya kerumahnya. Sesampainya di rumah sang wanita membuka cadarnya, Syaikh kaget karena isterinya itu sungguh sangat cantik. Wajah istrinya putih bersinar. Ia semakin kaget saat ini dia berada di rumah yang siang tadi ia masuki. ” Apakah Kanda sudah makan siang?” Tanya sang wanita. Syaikh menjawab “belum”. Kemudian sang wanita mengajak Syaikh ke dapur untuk makan, namun saat membuka tutup panci betapa kagetnya sang wanita seraya berkata, ” Mengherankan! Siapa yang berani masuk rumah ini dan menggigit terong ini! Mungkin orang yang lancang ini tahu kalau aku janda sehingga berani nya ia masuk rumah ini!” Mendengar hal itu, Syaikh menangis dan ia mulai menceritakan yang sesungguhnya terjadi. Ia minta maaf. Wanita itu pun menangis mendengar cerita suaminya. Dengan terisak ia berkata, ” Kau lulus ujian, Suamiku. Kamu menjaga dirimu dari perbuatan haram. Sebagai gantinya Allah memberikan terong ini semua bahkan pemiliknya dan seisi rumahnya secara halal”. Sejak itu ia tinggal bersama isterinya yang cantik, salehah, cerdas. Dan dengan hartanya ia menuntut ilmu menjadi seorang Ulama Besar./id.shvoong.com/09/10